1. Bab Bentuk dan Kedaulatan
Sebelum perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bab Bentuk dan Kedaulatan terdiri atas satu pasal, yaitu Pasal 1 dengan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2). Setelah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tetap memiliki satu pasal, tetapi dengan tiga ayat, yaitu ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Adapun Pasal 1 ayat (1) tetap.
Uraian perubahan materi pokok “Bab tentang Bentuk dan Kedaulatan” sebagai berikut.
a. Bentuk Negara, TETAP.
Rumusan pasal ini sebagai berikut.
Pasal 1
(1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
b. Kedaulatan Rakyat
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai kedaulatan rakyat diatur dalam Pasal 1 ayat (2) dengan rumusan sebagai berikut.
Rumusan perubahan
Pasal 1
(2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksa-nakan menurut Undang-Undang Dasar.
Rumusan naskah asli
Pasal 1
(2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Perubahan ketentuan Pasal 1 ayat (2) itu di-maksudkan untuk mengoptimalkan dan meneguhkan paham kedaulatan rakyat yang dianut negara Indonesia karena pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Rumusan baru itu justru merupakan penjabaran langsung paham kedaulatan rakyat yang secara tegas dinyatakan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea IV. Padahal rumusan sebelum perubahan, kedaulatan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR, yang justru telah mereduksi paham kedaulatan rakyat itu menjadi paham kedaulatan negara, suatu paham yang hanya lazim dianut oleh negara yang masih menerapkan paham totalitarian dan/atau otoritarian.
Atas dasar pemikiran bahwa pelaksanaan ke-daulatan rakyat ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Artinya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bagian mana dari ke-daulatan rakyat yang pelaksanaannya diserahkan kepada badan/ lembaga yang keberadaan, wewenang, tugas, dan fungsinya ditentukan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu serta bagian mana yang langsung dilaksanakan oleh rakyat. Dengan kata lain, pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak diserahkan kepada badan/lembaga mana pun, tetapi langsung dilaksanakan oleh rakyat itu sendiri melalui pe-milu.
Dalam impelentasinya pelaksanaan pemilihan langsung sebagai bentuk penggunaan hak kedaulatan rakyat bisa juga diberikan oleh undang-undang yang bersumber pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 seperti yang telah berlaku untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah dan pemilihan Kepala Daerah. Itu juga mungkin berlaku untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD pada masa yang akan datang. Jadi, penggunaan hak memilih secara langsung bukan hanya yang ditentukan secara ekspilisit di dalam Undang-Undang Dasar, tetapi juga dapat dimuat di dalam Undang-Undang yang bersumber dari konsep dasar yang dianut Undang-Undang Dasar kita.
Ketentuan itu mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia dari supremasi MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yang diatur melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Dasar itulah yang menjadi dasar dan rujukan utama dalam menjalankan kedaulatan rakyat. Aturan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itulah yang mengatur dan membagi pelaksanaan kedaulatan rakyat kepada rakyat itu sendiri dan/atau kepada berbagai lembaga negara.
Perubahan itu menetapkan bahwa kedaulatan tetap di tangan rakyat, sedangkan lembaga-lembaga negara melaksanakan bagian-bagian dari kedaulatan itu menurut wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan perubahan itu tidak dikenal lagi istilah lembaga tertinggi negara ataupun lembaga tinggi negara. Kedudukan setiap lembaga negara bergantung pada wewenang, tugas, dan fungsi yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
c. Indonesia adalah negara hukum
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai Indonesia adalah negara hukum diatur dalam satu pasal, yaitu Pasal 1 ayat (3) dengan rumusan sebagai berikut.
Pasal 1
(3) Negara Indonesia adalah negara hukum.
Ketentuan ini berasal dari Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang “diangkat” ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menegakkan supremasi hukum untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel). Masuknya rumusan itu ke dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan salah satu contoh pelaksanaan kesepakatan dasar dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni kesepakatan untuk mema-sukkan hal-hal normatif yang ada di dalam Penjelasan ke dalam pasal-pasal.
Masuknya ketentuan mengenai Indonesia adalah negara hukum (dalam Penjelasan rumusan lengkapnya adalah “negara yang berdasar atas hukum”) ke dalam pasal dimaksudkan untuk memperteguh paham bahwa Indonesia adalah negara hukum, baik dalam penyeleng-garaan negara maupun kehidupan berbangsa dan berma-syarakat.
Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, kita melihat bekerjanya tiga prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum (due process of law). Dalam penjabaran selanjutnya, pada setiap negara hukum akan terlihat ciri-ciri adanya:
1) jaminan perlindungan hak-hak asasi manusia;
2) kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka;
3) legalitas dalam arti hukum, yaitu bahwa baik pemerintah/negara maupun warga negara dalam bertindak harus berdasar atas dan melalui hukum;
Berdasarkan ketentuan Pasal 24 negara hukum Indonesia mengenal juga adanya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai salah satu lingkungan peradilan di samping peradilan umum, peradilan militer dan peradilan agama. Adanya PTUN sering juga diterima sebagai salah satu ciri negara hukum.
Di dalam literatur memang dikenal juga adanya ciri lain sebagai varian di dalam negara hukum, yakni adanya peradilan tata usaha negara atau peradilan administrasi negara’ (Administratief rechtsspraak). Namun ciri itu tidak selalu ada di negara hukum karena amat bergantung pada tradisi yang melatarbelakanginya. Ciri itu biasanya ada di negara hukum dengan latar belakang tradisi Eropa Kontinental dengan menggunakan istilah rechtsstaat. Di dalam rechsstaat pelembagaan peradilan dibedakan dengan adanya peradilan khusus administrasi negara karena pihak yang menjadi subjek hukum berbeda kedudukannya yakni pemerintah/pejabat tata usaha negara melawan warga negara sebagai perseorangan atau badan hukum privat. Namun di negara hukum yang berlatar belakang tradisi Anglo Saxon yang negara hukumnya menggunakan istilah the rule of law peradilan khusus tata usaha negara pada umumnya tidak dikenal sebab pandangan dasarnya semua orang (pejabat atau bukan) berkedudukan sama di depan hukum.
Meskipun tidak sepenuhnya menganut paham negara hukum dari Eropa Kontinental, karena warisan sistem hukum Belanda, Indonesia menerima dan melembagakan adanya peradilan tata usaha negara di dalam sistem peradilannya. Sementara itu penggunaan istilah rechtsstaat dihapus dari Undang-Undang Dasar kita sejalan dengan peniadaan unsur “Penjelasan” setelah Undang-Undang Dasar negara kita itu dilakukan empat kali perubahan. Istilah resmi yang dipakai sekarang, seperti yang dimuat dalam pasal 1 ayat (3), adalah “negara hukum” yang bisa menyerap substansi rechtsstaat dan the rule of law sekaligus. Unsur konsepsi negara hukum yang berasal dari tradisi Anglo Saxon (the rule of law) di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlihat dari bunyi pasal 27 ayat (1) yang menegaskan bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Konsekuensi ketentuan itu adalah bahwa setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk (warga negara dan orang asing) harus berdasarkan dan sesuai dengan hukum. Ketentuan itu sekaligus dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan, baik yang dilakukan oleh alat negara maupun oleh penduduk.
Paham negara hukum sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) terkait erat dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum materiil sesuai dengan bunyi alinea keempat Pembukaan dan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pelaksanaan paham negara hukum materiil akan mendukung dan mempercepat terwujudnya negara kesejahteraan di Indonesia.