Beranda UUD 1945 PENJELASAN PASAL-PASAL Penjelasan Pasal 8 UUD 1945

Penjelasan Pasal 8 UUD 1945

26
0

Pengaturan apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya

Sebelum diubah, ketentuan apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya terdiri atas satu pasal, yaitu Pasal 8 (tanpa ayat). Setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi tetap satu pasal, yaitu Pasal 8 dengan 3 (tiga) ayat, yaitu ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Pada Perubahan Kedua (tahun 2000) diputuskan dua ayat, yaitu ayat (1) dan ayat (2), sedangkan ayat (3) diputuskan untuk dibahas pada Perubahan Keempat (tahun 2002). Rumusan perubahan sebagai berikut.

Rumusan perubahan:

Pasal 8

(1)          Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

(2)          Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggara-kan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.

Rumusan naskah asli:

Pasal 8

Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.

Perubahan ketentuan Pasal 8 dirumuskan untuk mengatur apabila terjadi kekosongan Presiden, Wakil Presiden [ayat (1) dan ayat (2)] dalam waktu yang berbeda, serta kekosongan Presiden dan Wakil Presiden dalam waktu bersamaan [ayat (3)]. Adanya perubahan ketentuan Pasal 8 tersebut dimaksudkan untuk memperjelas dan mempertegas solusi konstitusional untuk menghindarkan bangsa dan negara dari kemungkinan terjadinya krisis politik-kenegaraan akibat kekosongan jabatan Presiden dan/atau Wakil Presiden, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersamaan.

Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya. Rumusan itu merupakan hal otomatis karena Wakil Presiden secara konstitusional harus tampil sebagai pengganti Presiden. Hal tersebut merupakan pengembangan dari rumusan Pasal 8 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (lama).

Ayat (2) ini menyebabkan bertambahnya tugas MPR selain tersebut dalam Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dalam Pasal 8 ayat (1) terdapat penambahan faktor penyebab penggantian Presiden oleh Wakil Presiden dalam masa jabatannya dari rumusan Pasal 8 sebelum diubah, yaitu diberhentikan. Kata diberhentikan itu dirumuskan dalam upaya konstitusional yang datang dari luar diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, yaitu oleh tiga lembaga negara (DPR, MK, dan MPR) sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7A dan 7B.

Adapun ketentuan Pasal 8 ayat (2) yang mengatur tentang pengisian jabatan Wakil Presiden yang kosong oleh MPR dengan memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden, terkait erat dengan ketentuan Pasal 6A. Dua calon Wakil Presiden yang akan mengisi jabatan Wakil Presiden yang kosong diajukan oleh Presiden sebagai konsekuensi logis dari ketentuan bahwa Presiden dan Wakil Presiden merupakan pasangan. Sehingga jika terjadi kekosongan Wakil Presiden yang menjadi pasangan Presiden, Presiden diberi hak oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengajukan dua calon Wakil Presiden ke MPR.

Adanya ketentuan bahwa calon Wakil Presiden yang diusulkan sebanyak dua orang calon, bukan seorang calon, dimaksudkan agar MPR dapat mem-punyai alternatif dalam mengambil putusan sekaligus terhindar dari keharusan untuk menerima begitu saja usul Presiden dan agar terjaga konstelasi dan stabilitas politik selama sisa masa jabatan Presiden.

Ketentuan mengenai pengaturan Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya yang telah diputuskan dalam Perubahan Ketiga (tahun 2001) yaitu dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan ayat (3) hasil Perubahan Keempat (tahun 2002) dengan rumusan sebagai berikut:

Pasal 8

(3)          Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tiga puluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk   memilih   Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.

Adanya ketentuan Pasal 8 ayat (3) dimaksudkan agar apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, telah ada solusi konstitusional yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya ketentuan itu diharapkan tidak timbul krisis ketatanegaraan yang berkepanjangan.

Kendatipun yang memilih Presiden dan Wakil Presiden dalam hal Presiden dan Wakil Presiden berhalangan tetap secara bersamaan adalah MPR, sesung-guhnya esensi pemilihan langsung tidaklah hilang karena MPR tidak boleh memilih Presiden dan Wakil Presiden di luar hasil pemilu sebelumnya, yaitu pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang berasal dari partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua pada pemilu tersebut. Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih menurut ketentuan Pasal 8 ayat (3) ini masa jabatannya adalah terbatas pada sisa masa jabatan yang ditinggalkan oleh Presiden dan Wakil Presiden yang berhalangan tetap secara bersamaan itu.

Perubahan itu juga memberi kewenangan bagi MPR selain yang disebutkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.