Beranda Blog KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR II/MPR/2002

620
0
KETETAPAN
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR II/MPR/2002

TENTANG
REKOMENDASI KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT
PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

 
Menimbang : 
a. bahwa krisis ekonomi yang berkepanjangan hingga saat ini
memerlukan pemulihan yang bersifat segera;
b. bahwa dalam rangka pemulihan ekonomi tersebut telah dilakukan
berbagai kebijakan politik yang berbentuk peraturan perundangundangan
yang telah dikeluarkan, tetapi belum efektif;
c. bahwa dalam pelaksanaan kebijakan pemulihan ekonomi masih
ditemukan berbagai hambatan, antara lain, praktik korupsi, kolusi,
dan nepotisme, koordinasi yang belum efektif, rendahnya
kepastian hukum, stabilitas politik yang belum sepenuhnya
kondusif, keamanan yang belum memadai, infrastruktur yang
terbatas, iklim usaha yang belum mendukung, masalah utang
dalam dan luar negeri yang besar dan belum terselesaikan, serta
lemahnya posisi tawar dalam menghadapi lembaga/negara
kreditor;
d. bahwa tuntutan masyarakat terhadap percepatan pemulihan
ekonomi nasional semakin besar, yaitu dalam peningkatan peran
ekonomi masyarakat, peningkatan kemampuan ekonomi daerah,
pengembangan usaha kecil dan menengah serta koperasi,
peningkatan ketahanan pangan, peningkatan hubungan ekonomi
regional, pengurangan angka pengangguran, dan sekaligus
pengurangan kemiskinan;
e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan sebagaimana dalam
huruf a, b, c, dan d perlu adanya Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang
Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Nasional.
Mengingat : 
1. Pasal 1 Ayat (2), Pasal 2, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVI /MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka
Demokrasi Ekonomi;
4. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/2001;
5. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara
Tahun 1999-2004;
6. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembagalembaga
Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000;
7. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
8. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor X/MPR/2001 tentang Laporan Pelaksanaan Putusan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh
Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2001.
Memperhatikan:
1. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 8/MPR/2001 tentang penugasan kepada Badan Pekerja
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia untuk
mempersiapkan Rancangan Ketetapan tentang Landasan
Kebijaksanaan Ekonomi dan Keuangan Menuju Rekonstruksi dan
Pemulihan Ekonomi Nasional;
2. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 1/MPR/2002 tentang Jadwal Acara Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002;
3. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 4/MPR/2002 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang
Tahunan Mejelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 2002;
4. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor 5/MPR/2002 tentang Perubahan Jadwal Acara Sidang
Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Tahun 2002;
5. Permusyawaratan dalam Sidang Tahunan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tanggal 1 sampai
dengan 11 Agustus 2002 yang membahas Rancangan Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang
Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Nasional;
6. Putusan Rapat Paripurna ke-6 (lanjutan) tanggal 11 Agustus 2002
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2002.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA TENTANG REKOMENDASI KEBIJAKAN
UNTUK MEMPERCEPAT PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL.
Pasal 1
Rekomendasi kebijakan untuk mempercepat pemulihan
ekonominasional disusun sebagai berikut:
I. Pendahuluan
II. Kebijakan Dasar Pemulihan Ekonomi Nasional
III. Rekomendasi Kebijakan
IV. Penutup
Pasal2
Muatan rekomendasi sebagaimana tersebut pada Pasal 1
diuraikan dalam sebuah naskah dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari Ketetapan ini.
Pasal 3
Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 11 Agustus 2002
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
REKOMENDASI
KEBIJAKAN UNTUK MEMPERCEPAT
PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perekonomian nasional dewasa ini masih berada dalam kondisi
krisis yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang relatif
rendah, laju inflasi yang tinggi, suku bunga yang tinggi, angka
investasi yang rendah, angka pengangguran dan jumlah penduduk
miskin yang besar, serta defisit anggaran dan neraca pembayaran
yang belum sehat, sektor riil yang bergerak lamban.

2. Permasalahan

Krisis ekonomi yang terjadi dipicu oleh krisis keuangan regional
dan akumulasi permasalahan masa lalu sampai saat ini yang
disebabkan, antara lain, utang dalam dan luar negeri yang besar,
penyelenggara negara dan dunia usaha yang sarat dengan KKN,
kebijakan ekonomi yang sentralistis, distorsi pasar yang berbentuk
monopoli dan oligopoli, dan pemerintahan yang belum berhasil
merespon ekonomi regional dalam konteks globalisasi ekonomi.
Kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintah sampai saat ini
belum mampu mengatasi krisis secara efektif. Hal itu disebabkan
terutama oleh inkonsistensi dalam pelaksanaan kebijakan,
lemahnya kepastian hukum dalam berusaha, rendahnya jaminan
keamanan, dan kondisi politik dalam negeri yang belum kondusif
untuk memberi dukungan dalam upaya pemulihan ekonomi.
3.Sasaran
Dengan memperhatikan latar belakang dan permasalahan di atas,
serta dengan mencermati perkembangan kehidupan ekonomi
sosial masyarakat dan tuntutan yang berkembang, Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia memandang perlu
menetapkan rekomendasi kebijakan. Rekomendasi tersebut
dimaksudkan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional
yang mencakup suatu proses perbaikan perekonomian nasional
yang berkesinambungan yang dapat mempercepat berakhirnya
krisis ekonomi sehingga tercipta ekonomi yang sehat berwawasan
lingkungan guna tercapainya kemakmuran, keadilan, dan
4. kesejahteraan rakyat.
Secara lebih rinci sasaran pemulihan ekonomi, terutama adalah
pengurangan laju inflasi, penurunan suku bunga, peningkatan
investasi, peningkatan produksi dalam negeri, peningkatan ekspor,
pengurangan beban utang dalam dan luar negeri yang akhirnya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga tercapai sasaran
terciptanya lapangan kerja yang lebih luas, pengurangan
pengangguran, peningkatan daya beli masyarakat, dan
berkurangnya kemiskinan.

II. KEBIJAKAN DASAR PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL

Mengingat pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional
sebagaimana diamanatkan dalam GBHN dan Propenas belum
berhasil mengatasi krisis ekonomi, maka dipandang perlu adanya
kebijakan dasar pemulihan ekonomi nasional sebagai berikut:
1. Mempercepat pemulihan ekonomi nasional untuk terwujudnya
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan yang diikuti oleh
stabilitas harga dan nilai tukar rupiah, penyelesaian utang negara,
penumbuhan kredibilitas dan kepercayaan, penciptaan lapangan
kerja, penanggulangan pengangguran, dan pengurangan
kemiskinan.
2. Memperjelas koordinasi, wewenang, dan tanggung jawab
lembaga-lembaga negara yang terkait dalam rangka mempercepat
pemulihan ekonomi.
3. Menghindari ekonomi biaya tinggi melalui penataan kelembagaan
negara, reformasi birokrasi, pemberantasan segala bentuk
pungutan liar dan KKN.
4. Memperbaiki peran negara sebagai regulator dan fasilitator dalam
kegiatan ekonomi kecuali cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
5. Memperbaiki struktur perekonomian nasional dengan memperluas
partisipasi dan emansipasi masyarakat termasuk kesetaraan
gender dalam rangka mendorong dan meningkatkan
perekonomian rakyat serta menata kembali sistem distribusi
kebutuhan masyarakat sebagai produsen dan konsumen untuk
mendorong peningkatan produktivitas.
6. Pengelolaan ekonomi diprioritaskan kepada pemerataan akses
terhadap sumber daya ekonomi nasional dengan mengutamakan
penyediaan infrastruktur ekonomi yang terintegrasi, penciptaan
lapangan kerja untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,
perbaikan distribusi pendapatan dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

III. REKOMENDASI KEBIJAKAN

1. Diperlukan kemauan politik riil seluruh penyelenggara negara, elit
politik, dan seluruh masyarakat untuk memberikan prioritas utama
terhadap upaya mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
2. Diperlukan langkah-langkah politik dan hukum yang lebih nyata
untuk terciptanya stabilitas politik dan keamanan serta kepastian
hukum sehingga tercipta iklim yang kondusif untuk mempercepat
pemulihan ekonomi nasional.
3. Diperlukan peningkatan koordinasi antara Pemerintah dan Bank
Sentral dalam rangka kebijakan percepatan pemulihan ekonomi
nasional.
4. Mengingat semakin mendesaknya upaya percepatan pemulihan
ekonomi, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
merekomendasikan kepada Presiden dan lembaga tinggi negara
lainnya untuk segera mengambil kebijakan dalam rangka
percepatan pemulihan ekonomi nasional, antara lain:
a. mendesak terciptanya penyelenggara negara dan pengelola dunia
usaha yang baik dan bersih dari tingkat pusat sampai ke tingkat
daerah untuk memperlancar dan mengembangkan lebih lanjut
kehidupan dunia usaha, termasuk pemberantasan penyelundupan
secara tegas dan tuntas;
b. menciptakan kepastian hukum dan menjamin keamanan termasuk
dalam masalah perburuhan dan perlindungan konsumen untuk
mendorong terciptanya iklim ekonomi yang kondusif terutama
dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi, perdagangan,
jasa-jasa, dan pariwisata;
c. melakukan evaluasi kebijakan untuk meningkatkan posisi tawar
dalam kerja sama dengan lembaga-lembaga keuangan
internasional, dan negara-negara pemberi kredit agar tidak
semakin terjebak dalam ketergantungan kepada negara donor,
serta membuat strategi yang komprehensif dalam pengelolaan
utang luar negeri, termasuk melakukan negosiasi ulang perjanjian
utang dalam bentuk restrukturisasi, penjadwalan ulang, dan
konversi, serta bentuk lain. Di samping itu, perlu dilakukan
verifikasi jumlah utang dalam negeri dan kebijakan penyelesaian
utang tersebut;
d. melakukan pengelolaan penerimaan APBN yang efektif dan
efisien, antara lain, dengan kebijakan peningkatan efektivitas
penerimaan pajak melalui intensifikasi dan ekstensifikasi
perpajakan untuk meningkatkan tax ratio, coverage ratio, dan
penerimaan lainnya. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
tetap memperhatikan kebijakan perpajakan yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, serta percepatan penyelesaian kasus BLBI
dengan pembagian beban keuangan yang proporsional sesuai
dengan hasil audit BPK;
e. melakukan pengelolaan pembelanjaan APBN melalui
penghematan pengeluaran rutin dan peningkatan porsi dana
pembangunan (untuk pengeluaran pembangunan dan dana
perimbangan) yang penggunaannya diprioritaskan, antara lain,
kepada penyediaan infrastruktur ekonomi untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja
produktif, perbaikan distribusi pendapatan dan kebutuhan primer
masyarakat guna peningkatan kesejahteraan rakyat;
f. melakukan koordinasi kebijakan moneter dan keuangan demi
terciptanya stabilitas harga, nilai tukar yang stabil, suku bunga
yang realistis, skema dan alokasi kredit untuk kegiatan produksi
dan pemasaran yang memperkuat usaha kecil, menengah, dan
koperasi;
g. memperkuat dan mempertegas kemauan politik yang dijabarkan
dalam bentuk kebijakan ekonomi yang konsisten untuk mendorong
percepatan pengembangan ekonomi kerakyatan melalui
penumbuhkembangan usaha kecil, menengah, dan koperasi,
antara lain, penambahan porsi alokasi kredit perbankan dan
lembaga keuangan lainnya untuk pengembangan kesempatan
berusaha, dan peningkatan kemampuan berusaha;
h. menyamakan persepsi dan pemahaman dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah, di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota yang diikuti oleh ketegasan aturan pembagian
kewenangan dengan mengutamakan koordinasi dan sinkronisasi
kebijakan untuk memperlancar pelaksanaan otonomi daerah,
sehingga dapat dihindarinya ketidaktertiban dalam penerbitan
peraturan pemerintah pusat dan daerah yang berdampak kepada
ekonomi biaya tinggi yang akhirnya menghambat proses
percepatan pemulihan ekonomi;
i. menajamkan kebijakan ekonomi melalui sebuah gerakan nasional
untuk meningkatkan mutu, kompetensi rakyat, dan produktivitas
hasil produk dalam negeri, serta penggunaannya di sektor
pertanian, kehutanan, perkebunan, kelautan, pertambangan,
industri pengolahan, dan industri pariwisata dalam rangka
mendorong pengembangan ekonomi;
j. menajamkan kebijakan ekonomi untuk menjaga ketahanan pangan
nasional melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian,
perkebunan, dan kelautan, sistem distribusi yang efisien dan
kebijakan harga yang layak, kebijakan perdagangan luar negeri
yang mendukung dan selaras, serta kebijakan tarif yang
melindungi produksi pertanian;
k. mendorong kerja sama ekonomi regional serta memberikan
peluang yang cukup bagi pemerintah daerah untuk mengambil
inisiatif dan menindaklanjuti kerja sama ekonomi regional dalam
rangka kebijakan ekonomi nasional.
PENUTUP
Rekomendasi Kebijakan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi
Nasional ini harus menjadi pedoman bagi seluruh penyelenggara
negara dan seluruh masyarakat.
Artikulli paraprakKETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR I/MPR/2002
Artikulli tjetërKETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR IV/MPR/2002
Menghubungkan semua titik yang ada ("Hari") hingga menjadi sebuah lukisan ("Kehidupan") terindah yang pernah dilukiskan ("Takdir") oleh yang MAHA SEMPURNA